Oleh Suhunan Situmorang*)
Suhunan Situmorang
SAYA kira, kita tak usah dulu nyanyi lagu O Tano Batak ciptaan Siddik Sitompul yang sudah dianggap macam ‘lagu kebangsaan’ Bangso Batak itu. Juga berhenti dulu mendendang O Tao Toba dan Pulo Samosir gubahan Nahum Situmorang yang legendaris itu. Bila perlu, segala tembang yang berkisah tentang alam Tano Batak, disisih dulu untuk sementara waktu.
Ketimbang menimbulkan suara sumbang yang menghamburkan ironi, daripada jadi lagu pengiring untuk sejumlah tragedi, juga supaya tak semakin mempertegas tuduhan bahwa orang Batak itu penuh kontradiksi, alangkah baiknya dihindari dulu.
Mari pula berjiwa besar mengakui bahwa kita orang Batak, tertinggal jauh dari saudara kita orang Minang dalam hal kepedulian pada tanah leluhur atawa kampung halaman. Sejauh-jauh mereka merantau tiada akan lupa pada kampung asal, sementara yang berdiam di ranah Minang berusaha merawat alam, tradisi, adat-istiadat, rumah gadang, dan surau. Meski “hanya” tukang jahit di pasar Blok M atau pedagang nasi di tepi jalan Tanah Abang, mereka setia menyisihkan rupiah yang susah-payah dicari demi membangun kampung atau membantu sanak-saudara di tanah asal. Mereka tetap menjalin komunikasi dan akan sigap manakala dimintai bantuan dan tak cuma senang menembangkan Kampuang Nan Jauh di Mato, tapi berupaya agar tak jadi si Malin Kundang. Read More…
Recent Comments